Jam dinding, Bumi, dan Detak jantungmu

Jam dinding.
Jarumnya senantiasa berdetik.
Tak sekali pun ia lelah.
“Ah, aku ingin santai dan istirahat barang sebentar,”
Tidak pernah terlontar kalimat itu.
Ia hanya akan menunggu waktunya habis.
Ketika daya baterainya kosong.
Lalu ia akan berhenti.

Bumi.
Dia senantiasa berputar pada porosnya.
Berjalan mengitari pusat massanya.
Tak sedetik pun ia terpikir.
“Aku lelah berputar. Aku pusing.”
Ia hanya akan menunggu waktunya habis.
Ketika Tuhan menyuruhnya berhenti.
Baru ia akan berhenti.

Lalu apalagi?
Oh, ada satu.
Jantungmu.
Dan tentu pembuluh nadimu juga.
Mereka selalu berdenyut bersama.
Memompa apa yang ada dalam nafasmu.
Apa yang kau makan tadi pagi.
Dan membagikannya ke seluruh tubuhmu.
Tak pernah sekalipun ia berkata,
“Aku lelah terus berdetak. Aku bahkan terus berdenyut selama kau tidur. Berikan aku cuti beberapa waktu.”
Tidak. Dia tidak pernah mengatakannya. Terpikir pun tidak.
Bahkan ketika kau yang mulai lelah berkata padanya,
“Hei kawan, aku tahu kau lelah. Istirahat lah bersamaku sebentar saja.”
Dia tidak akan mendengar.
Apalagi patuh.
Dia akan tetap berdetak karena memang itu tugasnya.
Terus berdetak dan memompa sembari menunggu kontrak kerjanya dengan Tuhan.
Menunggu waktunya habis. Waktumu habis.
Lalu ia akan berhenti. Dan kau juga akan selesai.


Dan kau mau berhenti sekarang?
Come on, dude!
Lihatlah! Mereka masih terus berdetik, berputar, berjalan, berdenyut, melakukan tugasnya masing-masing.
Kau tahu kenapa?
Karena yang mereka tahu itu yang harus mereka lakukan.
Karena mereka tahu berhenti bukan pilihan.

Lalu kau mau apa?

Tunggu lah sebentar lagi.
Lakukan tugasmu hingga waktunya selesai.
Agar semua yang berkorban tidak jadi sia-sia.
Sehingga ketika waktunya tiba, jam tanganmu, jam dindingmu, jantung dan nadimu, hingga Bumi yang kau pijak serentak berkata,
“Wah, terima kasih sudah bekerja keras.”
Kemudian jarum jam milikmu berhenti.
Jantung dan nadimu berhenti.
Bumi masih berputar berkeliling.

Dan kisahmu selesai dengan indah.

You only live once. Make it beautiful. Make it worth.

✾道端の花✾ : flower in this side of the road.

Kau berjalan di tepi jalan.
Seperti biasanya, tidak ada yang berbeda.
Hanya hari ini kau menyusuri jalan sembari menunduk.

Entah apa yang terjadi denganmu hari ini.
Hanya saja kau terus melihat tepian jalan itu.

Lalu kau melihatnya.
Di sisi jalan yang kau tapaki.
Setangkai bunga yang tak kau tahu namanya.
“Tapi di sini kan, tersembunyi dari sinar mentari?”
Itu yang kau pikirkan.

Ya, hanya satu tangkai bunga kecil.
Warnanya pun tak seindah bunga-bunga dalam pot yang biasa dirawat Mamamu di rumah.
Hanya putih, sederhana.
Cenderung pucat malah.
Namun cukup mencolok jika dibanding rumput kering di sekitarnya.

Ketika kau lihat lebih dekat, ternyata kelopaknya lusuh. Penuh debu.
Ya, tepian jalan ini memang cukup ramai.
Seringkali debu beterbangan ketika angin berhembus datang.

Tapi dilihat berapa kali pun.
Keindahan dalam kesederhanaan yang terbalut lusuhnya debu jalanan itu tetap memikatmu.
Lalu kau petik bunga itu.
Lalu kau genggam ia dengan telapak tanganmu.


Kau masih melanjutkan perjalananmu menyusuri jalan yang sama.
Namun kini kau tak lagi menunduk.
Harimu sudah cukup indah hingga kau bisa berjalan dengan menatap lurus ke depan.
Sesekali kau melirik setangkai bunga di genggamanmu yang kau petik di ujung jalan tadi.

Karena kau tak lagi menunduk, terlihat olehmu gerbang menuju perkebunan bunga di persimpangan depan.
“Ah, aku tak mungkin membeli bunga di sana. Aku tak membawa banyak uang,” pikirmu.

Kemudian matamu menangkap semburat warna yang berbeda dengan rumput hijau di sekitarnya.
Kau berjalan menghampirinya.
Ada setangkai bunga tumbuh melewati pagar batas hingga ke tepian jalan.

Waktu kau lihat, bunga ini begitu indah.
Putih dan ada semburat biru di sekeliling kelopaknya.
Bunga ini indah. Hanya indah. Tanpa perlu embel-embel sederhana dan lain-lainnya.
Kelopaknya bersih tak berdebu.
Memang jalanan ini sepi dan tak banyak debu beterbangan.
Oh, jangan lupa dengan wanginya.
Begitu semerbak seperti wangi pakaian yang dicuci Mamamu setiap minggu.

Kau terpikat lagi.
“Tapi kan sudah ada setangkai bunga di tanganku?”

Tanpa sadar kau sudah memetik bunga yang indah itu dengan tangan kananmu.
Dan kau menatap bunga lusuh sederhana tadi di tangan kirimu.
Kau jajarkan mereka.
Ya, kau sudah tahu jawabannya tanpa harus menyandingkan mereka.
Ini kemenangan telak si bunga indah.

“Lalu apa yang harus aku lakukan dengan bunga ini?”
Kau bertanya pada dirimu sendiri.

Apakah kau akan membuangnya begitu saja di rerumputan ini?
Ataukah kau sudi repot-repot berpeluh dan berlumuran tanah untuk menanamnya kembali?


Guess what?
Memetik bunga itu -bunga yang mana pun- mungkin adalah sebuah kesalahan.Tak mengapa jika kau ingin merawatnya dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, jika kau hanya memetiknya untuk kau bawa-bawa berkeliling, hei, lebih baik kau tinggalkan dia di tepi jalan sedari tadi.

Ketika kau memetiknya, kau sudah mencabut dia dari akarnya, dari sumber kehidupannya. Kau membuatnya bergantung padamu. Lalu apa yang akan kau lakukan jika tanganmu sudah kebas dan bunga itu tak lagi menarik karena terlalu sering melihatnya?

Pilihan pertama, anggaplah kau orang yang terlampau baik dan punya banyak waktu luang. Kau bisa berhenti di tepian jalan. Membiarkan tanganmu kotor oleh tanah. Membiarkan angin meniup membawa debu ke seluruh tubuhmu. Membiarkan kulit kepalamu terpanggang matahari barang sebentar. Untuk membuat sebuah lubang dan menanam bunga itu kembali. Meskipun belum tentu bunga itu akan tumbuh lagi. Tanpa akar, tanpa perawatan, bukan tak mungkin bunga itu akan layu dan mati di sana. Lalu, untuk apa kau repot-repot mencoba membuatnya hidup kalau akhirnya dia akan layu juga? Lagipula, kau mungkin sibuk dan tak banyak waktu kosong untuk berjongkok di tepian jalan dan menggali lubang kecil di sana. Tenang saja, kau masih punya pilihan kedua.

Pilihan keduanya sangatlah sederhana. Tak perlu banyak waktu, tak perlu banyak usaha. Tinggalkan saja dia di rerumputan. Atau kalau mau sedikit repot cari saja tempat sampah yang menampung sampah terurai. Hanya sekian detik yang kau butuhkan. Jangan lupa juga, tanpa keringat, tanpa tanah yang mengotori lenganmu.

Dia akan layu dan mati. Untuk saat ini bukan belum tentu, tapi dia pasti layu dan mati. Tapi tidak usah terlalu kau pikirkan. Toh dia hanya setangkai bunga di tepi jalan. Kau tidak membuang uangmu. Toh hanya setangkai tanaman liar.


Tapi sayangnya kau lupa, tanaman liar juga makhluk hidup. Dan sayangnya lagi kau juga lupa, bahwa setiap makhluk hidup berhak hidup karena mereka membawa kata hidup dalam gelarnya.

Ingin tahu apa lagi yang terlupakan? Bahwa jika saja kau tidak memetiknya dan memutuskan untuk datang lagi besok hari untuk sekedar melihatnya, bunga itu akan bertahan di sana, tetap mekar dan hidup, setidaknya untuk beberapa minggu ke depan.

Dan kini bunga itu hanya punya dua pilihan. Layu hari ini atau layu besok. Takdirnya hanya dibatasi waktu. Ia hanya bisa menunggu kapan ia terurai, setidaknya ia bisa menjadi pupuk, menyuburkan tanah sekitarnya, ketika kau tak lagi membutuhkannya. Ketika kau tak lagi menginginkannya.

Setelah ini, apakah kau masih mau sembarangan memetik bunga yang kau temukan?


Tanpa kau tau, di luar cerita ini.

Bunga lusuh dan sederhana tadi adalah tangkai terakhir dari jenisnya yang tumbuh di kota ini. Jika kau merawatnya, kau akan jadi satu-satunya orang yang memilikinya, yang bisa melihat putih lusuhnya setiap waktu. Jika kau membuangnya, maka kau dan seisi kota ini tak akan lagi melihat si putih lusuh itu hingga orang lain membawa si putih lusuh lain dari tempat lain. Dan belum tentu orang lain akan memetiknya, karena selain ia hanya bunga sederhana, tempat tumbuhnya juga begitu tersembunyi. Mungkin kau orang pertama yang melihatnya.

Bagaimana dengan si indah dan wangi? Ia tumbuh di luar pagar perkebunan bunga. Ya, tanpa kau tahu, ada ratusan atau bahkan ribuan bunga yang sama indahnya dan sama wanginya. Jika kau merawatnya, kau tidak ubahnya dengan puluhan atau ratusan orang yang menanamnya di pot dan vas bunga. Jika kau mengabaikannya, setidaknya mungkin pemilik perkebunan yang sedang kebetulan lewat akan mengambilnya dan menanamnya di perkebunannya.


Dan kalau kau mau membaca buku sedikit lebih banyak. Kau akan tahu jika kau merawat si putih lusuh sedikit lebih lama, kau bisa memanfaatkan daunnya karena ia adalah tanaman obat. Oh iya, jangan lupa juga kau adalah satu-satunya pemilik tanaman itu di kota ini. Kau orang yang spesial. Kau satu-satunya

Tapi kau tak perlu membaca buku apa pun untuk tahu indah dan wanginya bunga yang satunya. Kau hanya perlu melihatnya atau sesekali mengendusnya. Sama seperti puluhan atau ratusan orang lain yang terpesona dengan tampilan dan wanginya. Kau hanya satu di antara lainnya.

Jadi, pilihan mana yang sekarang kau pilih?